Hyouka Volume 5: Perkiraan Jarak Antara Dua Insan; Chapter 1-2




Volume 5 - Perkiraan Jarak Antara Dua Insan – It walks by past
·       Chapter 1:  Meja Pendaftaran Ada di Sini
2.    Masa Lalu: 42 Hari yang Lalu
               
Hari Jumat pada hari terakhir pekan perekerutan siswa baru sering disebut dengan istilah Festival Perekrutan Anggota Baru. Sepertinya disebut seperti itu bukan karena ada seseorang yang secara khusus menamakannnya seperti itu, tapi hanya karena istilah itu jauh lebih nyaman untuk dikatakan.

Para siswa baru tersebut, melewati seluruh pekan ini.


Mulai hari Senin, para siswa baru berkumpul di gedung olahraga setelah sekolah dan duduk untuk mengikuti beberapa orientasi. Hari Senin adalah waktunya perkenalan Perwakilan Kelas. Setelah itu muncul para komite penting sekolah. Mulai hari Selasa, berbagai klub bergantian tampil di panggung menunjukan kepada para siswa kelas satu, betapa mengagumkannya mereka. Bagaimanapun juga, mempertimbangkan jumlah klub yang ada, maka masa orientasi diadakan selama empat hari.

Hal yang sama juga terjadi tahun kemarin, tapi aku tidak tertarik untuk pihak yang ‘memohon’, jadi aku langsung pergi. Sekarang karena tahun ini aku berada di pihak yang ‘memohon’, aku rasa setidaknya harus mengintai mangsa. Jadi pada hari Selasa, Chitanda menarikku dan kami mengintip sedikit ke gedung olahraga.

Setiap grup dijatah lima menit untuk tampil. Di saat itu, Klub Teater melakukan sebuah adegan pendek yang lucu, Klub Penelitian Baju melakukan sebuah fashion show, Klub Paduan Suara dan Klub Acapella memamerkan perbedaan musik di antara keduanya, dan Klub Olahraga Lari-dan-Lapangan membawa sebuah matras untuk menunjukkan lari lompat tinggi.

Ada juga klub-klub yang sangat tidak beruntung. Klub Penelitian Ramalan tidak hanya mempunyai satu anggota, tapi satu anggota itu juga sama sekali tidak suka untuk unjuk kebolehan. Dengan suara lembut, dia memberi sebuah penjelasan singkat tentang sejarah Kabbalah dan segera menurunkan micnya lalu pergi. Klub Penelitian Memasak mempunyai ketidakberuntungannya sendiri. Kita tidak bisa langsung membuat sesuatu ketika kita harus langsung ke panggung. Mereka hanya bisa mengajak kelas satu untuk datang mengunjungi meja mereka saat minggu terakhir Festival Perekrutan Anggota Baru berlangsung karena mereka akan menraktir semuanya dengan masakan tumbuhan gunung. Klub Go memainkan sebuah permainan kepada penonton, tapi mereka gagal menunjukkannya entah bagaimana kau melihatnya. Mereka tidak mempunyai sebuah papan petunjuk yang besar, jadi para penonton bahkan tidak bisa melihat di mana mereka meletakkan batu-batu permainan mereka. Akan beres andai saja ada seseorang yang membacakannya dengan keras, tapi sepertinya hanya ada dua orang di klub tersebut. Seperti waktu yang membeku di tempat, dengan putus asa sangat ingin kabur.

Tapi ini bukanlah waktu maupun tempat untuk merasa kasihan kepada Klub Go. Lima menit merupakan waktu yang cukup panjang.

Klub Klasik dijadwalkan tampil hari Kamis. Karena mereka masih menyesuaikan diri setelah naik kelas dua, Satoshi dan Ibara seringkali sibuk sehingga mereka tidak begitu sering datang ke ruang klub. Pada Hari Rabu, bagaimanapun, semuanya bisa berkumpul.

“Apa yang sedang kita lakukan?”

Dalam pertanyaanku ini tidak hanya aku penasaran bagaimana kami semestinya mengisi jatah lima menit kami, tapi yang jadi masalah utama aku juga penasaran apakah kita mampu melakukannya.

“Untuk sekarang mari lakukan saja yang terbaik,” sahut Ibara dengan suara yang dengan jelas menyarankan dia tidak akan melakukan yang terbaik.

“Aku setuju, mari lakukan yang terbaik,” aku menjawab dengan ketus.

Saat aku mengatakannya, entah bagaimana, dia membalas, “Mencoba yang terbaik pada apa?”

Bagaimana aku tahu? Kau kan yang pertama mengatakannya.

“Selama ini, aku menjadi ketua klub, jadi secara teknis harusnya aku orang yang berbicara menjelaskan apa yang membuat Klub Klasik menarik, tapi…”

Chitanda juga ikut mengelak. Melihatnya ragu ketika mengatakan kalimat itu, dia pasti tidak bisa berpikir hal-hal yang menarik. Tidak hanya itu.

“Chitanda, meskipun kau pergi ke atas panggung mencoba mempromosikan Klub Klasik, aku tidak berpikir ada orang yang akan datang.”

“Apa kau serius? Coba lihat ke sebuah cermin  lain kali kau mengatakan sesuatu seperti itu.”

“Tidak, itu tidak apa-apa,” kata Chitanda kepada Ibara yang berselisih. “Aku tahu aku tidak pandai meminta orang untuk meminta melakukan sesuatu.”

Chitanda mempunyai sebuah keinginan kuat dan ketulusan yang tidak terbatas, tapi di lain sisi, karena keinginannya yang sangat satu sisi itu, dia tidak bisa menggunakan trik-trik cerdik. Jika kita punya peralatan yang dibutuhkan untuk meyakinkan mereka berkumpul ke sini, metodenya Chitanda mungkin bakal berhasil, tapi sayangnya, kita tidak punya apa-apa.

Bisa dikatakan, Ibara benar tentang aku yang perlu berkaca. Jika aku dipaksa menghadapi siswa kelas satu, aku pasti hanya bisa mengatakan sesuatu seperti “Kami tidak benar-benar melakukan sesuatu, tapi kami punya sebuah ruang klub, jadi jika kamu bisa mampir, itu pasti sangat bagus.”

Akan tetapi, aku masih keberatan dengan Ibara yang melakukannya.

“Chi-chan, aku tidak pernah berpikir kau buruk dalam hal ini. Jika aku yang melakukannya, aku hanya akan mengatakan sesuatu yang tidak penting.”

Sepertinya orang yang menjadi pertanyaan juga memahami ini.

Saat ini, hanya ada satu orang yang tersisa.

Satoshi menunjukkan pandangan sukar pada wajahnya, tapi terlihat jelas matanya tersenyum.

“Aku ragu apakah aku orang yang tepat untuk tugas ini. Tapi jika tidak ada solusi lain dan kalian sangat membutuhkanku, seharusnya aku bisa membuang sedikit waktu.”

Dengan ini, sekarang waktunya Satoshi untuk bersinar.

“Jika semuanya setuju dengan rencana hari Kamis, kalian harus mulai menentukan apa yang akan kalian lakukan pada hari Jumat. Yang terpenting, jika kalian berencana menggunakan api atau gas, kalian besok harus menyetorkan formulir permintaan.”

Satoshi mengatakan ini sebagai OSIS, lalu berdiri. Aku tidak tahu dia telah terpilih menjadi wakil ketua OSIS yang akan terus sibuk sampai nanti.

Lalu datanglah hari Kamis, seusai sekolah. Satoshi Fukube berdiri di panggung gedung olahraga sebagai perwakilan tunggal Klub Klasik dan melontarkan bermacam-macam kalimat cerdas dan tepat, seperti “Saat perjalanan ke sini, aku mendengar banyak keributan dari Klub Pembangunan, tapi entah bagaimana aku melihatnya, aku tidak bisa melihat apapun. Klub Klasik, teman-teman.” [sejenis permainan kata] Humornya yang mudah ditangkap mengundang banyak tawa dari para siswa kelas satu, dan cara bicaranya yang sangat baik disusun sempurna dalam empat menit tiga puluh detik. Dia menerima tepuk tangan yang jarang diberikan, lalu turun dari panggung karena selanjutnya giliran Klub Perhitungan Sempoa .

Bahkan sekarang, aku mengagumi karunia luar biasa teman lamaku ini.

Bagaimanapun juga, pidato Satoshi hampir tidak ada kaitannya dengan Klub Klasik yang sesungguhnya. Meskipun tidak ada yang perlu dibicarakan, dia dengan cerdas mengisi jatah waktu yang ditargetkan. Itulah kemampuan spektakulernya, dan hal yang tidak pernah aku harapkan untuk aku tiru.




Dan kini berganti hari Jumat . Langitnya sangat terang.

Di depan gedung SMA Kamiyama, di sekitar taman, ada beberapa tempat yang ditandai dengan semak-semak. Saat istirahat makan siang, setiap Klub dan anggota OSIS menata meja di sana. Karena semak-semak yang menyebar, meja-mejanya tidak bisa disusun berpola satu garis lurus, sehingga, meja-meja di kedua sisi membelok bercabang.

Aku datang untuk menata meja Klub Klasik. Satoshi sibuk dengan pekerjaan OSIS-nya, dan aku begitu mempercayai mottoku, “Jika aku tidak harus melakukan sesuatu, maka tidak akan aku lakukan,” tapi aku tidak nyaman untuk menyerahkan semua pekerjaan ini kepada Ibara dan Chitanda. Aku membawa meja dan kursi lipat, lalu waktu makan siang berakhir. Selama pelajaran sore di kelas, aku bisa melihat tempat yang aku tata dari jendela, tapi selusin meja yang ditata di depan taman terlihat seperti sebuah labirin yang misterius.

Sebelum bel pertanda kelas berkahir dibunyikan, kelasku, 2-A, mulai resah. Aku mendengar bermacam-macam bisikan yang ada di segala arah.

“Bagaimana persiapannya?”

“Sebelumnya, kita harus memulainya dengan ini.”

…dan hal hal lainnya yang serupa. Ada seorang siswa yang tergesa-gesa mengenakkan ban lengan dengan tulisan “Kemenangan Pasti!” ketika dia masih berada di dalam kelas. Ada juga yang lain, memaksakan untuk menyimpan sebuah barang besar di lacinya. Aku bahkan tidak bisa menebak mereka dari klub apa saja, meski aku paham tentang tergesa-gesanya. Jika kau terlalu terlambat untuk mendapatkan kelas satu sebelum mereka pergi, semua persiapan tersebut akan sia-sia. Sebuah permulaan menjadi hal yang sangat penting.

Bel berbunyi, dan pelajaran berakhir. Semua teman kelasku segera berterbangan keluar pintu seperti salju yang turun dengan deras. Kemungkinan besar, adegan ini sama dengan semua ruang kelas dua dan tiga. Meskipun sedikit enggan, akhirnya akupun ikut dengan ‘salju’ tersebut.

Taman yang tadinya masing-masing tempat ditandai oleh garis kosong untuk meja nanti kini sudah dibanjiri oleh bermacam-macam poster, papan tanda, dan surat selebaran. Bahkan sekilas, aku melihat tulisan-tulisan: “Kunjungi Klub Kimia! Semoga hubungan mendatang kita bisa terbakar!” “Ingin mempertaruhkan masa mudamu? Langsung saja ikuti, Klub Bola Basket ada untukmu!” “Nikmati membuatnya, lalu bersenang-senanglah untuk mengenakannya! Perkumpulan Penelitian Baju” “Dinasti Han telah jatuh, dan kini waktunya Klub Penelitian Sejarah!” (permainan kata) “Satu orang lagi dan kita akan bersebelas! Bergabunglah dengan Klub Sepakbola.” Regu Penyemangat mengibarkan sebuah bendera, Klub Cheerleading membentuk sebuah lingkaran besar, aroma teh hitam mulai singgah dari Klub Penelitian Penjualan Gula, Klub Upacara Minum Teh secara rajin menata alas kaki, dan banyak orang dengan ikat kepala mengumpulkan siapa pun yang ada, jika aku mengingatnya dengan benar, mereka bagian dari Klub Penyiaran Radio. Bahkan tidak sampai sepuluh menit berlalu sejak bel sekolah berbunyi, dan sudah sangat banyak hiruk pikuk yang tidak kunjung reda.

Semua ini dimulai jam 3:30, dan dijadwalkan untuk benar-benar selesai saat sudah jam 6:00. Kegilaan dua jam ini umumnya dikenal sebagai Festival Perekrutan Anggota Baru. Fakta penamaan “perekrutan” tidak berarti “mengajak dengan hangat” tapi lebih “yang terpenting mengajak siapa pun”, merupakan sesuatu yang sangat menjadi ciri khas sekolah ini.

Kebanyakan klub mempunyai sebuah meja biasa, tapi tergantung dengan jumlah anggota, popularitas, dan beberapa unsur politik yang tidak terlihat, karena ada beberapa klub lain yang mempunyai meja yang besar. Tentu saja, hal itu sudah ditentukan sebelumnya tentang klub mana yang akan mendapatkannya. Klub Klasik mendapatkan meja nomer 17, jadi aku berjalan-jalan untuk mencarinya, lalu Chitanda memanggilkanku, “Oreki-san, di sini.”

Aku tidak terlalu berharap banyak, tapi sesuai dugaan, meja kami terletak di pojok. Di situ ada sebuah papan kecil bertuliskan “Klub Klasik”. Tulisannya sangat bagus, dan juga terlihat ramah. Tanpa tanda ini, tidak akan ada yang tahu klub macam apa yang kita ajak kepada mereka untuk bergabung, meski kami belum menyinggung untuk melakukan persiapan semacam ini. Mungkin melihat ekspresiku, Chitanda sedikit tertawa yang bertentangan dengannya.

“Aku membuatnya ketika istirahat makan siang. Mungkin seharusnya aku membuatnya lebih indah lagi, tapi sat itu aku tidak memikirkannya.”

Berarti ini adalah tulisannya Chitanda. Aku pikir dia akan menuliskannya secara biasa di kertas buku, tapi secara mengejutkan dia melakukannya dengan gaya bebas. Seperti yang dia katakan, sekilas itu tidaklah bagus. Mungkin akan lebih bagus lagi kalau Ibara menggambar sebuah gambar orang kecil di papan tersebut, tapi tetap saja peninjauannya 20/20.

Chitanda mengenakan sebuah jas dan duduk di kursi lipat. Baju depannya tidak dikancing, sehingga kemeja dan dasinya terlihat. Aku juga mengenakan sebuah jas putih. Festival Perekrutan Anggota Baru disekeliling kami punya banyak semangat yang membara, tapi meskipun seperti begitu, tidaklah wajar untuk sedingin ini di bulan April. Melihat ke sekeliling, hampir semua orang yang merekrut maupun direkrut semuanya mengenakan baju tebal.

Disamping Klub Klasik ada Klub Melukis dan Klub Karuta. Tiap-tiap dari mereka mempunyai satu orang yang menjaga. Aku memberikan salam yang samar, dan lewat menyelip di antara mereka. Lalu aku duduk di samping Chitanda, tepat di tengah tanda “ Klub Klasik”.

Satoshi kali ini tidak bisa datang. Dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai OSIS, jadi tidak bisa dielakkan lagi. Lalu Chitanda bicara.

“Sepertinya Mayaka-san tidak bisa datang.”

“Klub Manga?”

“Aku pikir karena itu, meski dia juga tidak harus pergi ke tempat mereka.”

Aku hanya diam dan mengangguk. Aku mendengar kalau posisi Ibara di Klub Penelitian Manga menjadi sesuatu yang sulit. Mungkin itu menjadi sulit baginya bahkan hanya untuk sekedar melihat wajah mereka. Bagaimanapun juga, kita akan menuju masalah kalau Ibara datang sekarang. Meskipun aku pikir agak besar ketika tadi aku membawaanya, melihat sekarang, ternyata mejanya sama sekali tidak sebesar meja yang berukuran besar.

Lebih tepatnya, ini sangat kecil.

Hanya dengan kami berdua duduk berdampingan, sudah sedikit sulit untuk bernafas. Apakah Chitanda sudah sedikit berpikir untuk bergeser, memberikan aku ruang bernafas sehingga aku akan sangat nyaman, sayangnya, dia aneh dalam memahami ruang pribadi seseorang, jadi fakta kalau kita cukup dekat sehingga bahu kami saling bersentuhan sama sekali tidak mengganggunya.

Aku mengambil nafas kecil. Bersikap tenanglah. Tidak hanya aku yang merasa kram. Contohnya dalam pandanganku, aku bisa melihat Klub Fotografi dan Klub Tindakan Sedunia bersesakan sangat dekat bersama-sama, dan kami semua harus mempromosikan klub kami selagi terkubur dalam kesesakan ini.

Bagaimanapun juga, aku harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan perhatian dari siswa kelas satu yang terus berlalu.

Dengan ekspresi tertarik yang masih dengan jelas terintimidasi oleh keberadaan senior mereka dan kebiasaan yang jauh dari SMP mereka, siswa kelas satu perlahan berdatangan. Saat itu, aku yakin aku mendengar suara orang-orang menjilat bibir mereka, berpikir korban mereka akhirnya datang. Bujukan palsu dalam senyuman mengisi acara Festival Perekrutan Anggota Baru.

Klub Klasik juga tidak boleh kalah. Sekarang, sekarang datanglah saudara-saudari. Datanglah ke sini, siapapun yang punya sedikit waktu luang. Jika kalian ingin bergabung dengan Klub Klasik yang luar biasa, meja pendaftaran ada di sini.




Setelah lima menit, aku bosan.

Tidak ada yang bahkan berhenti di meja kami.

“Aku memang bilang aku akan mendapatkan beberapa siswa kelas satu, tapi bagaiamana caranya,”Aku mengeluh seraya memandang para siswa baru yang berlalu. Chitanda duduk dengan tegak, tangannya dia letakkan di paha, dan tanpa melihatku ketika dia merespon.

“Jika saja kita punya beberapa lem perangkap burung, ini akan sederhana.”

Aku pada dasarnya tahu apa itu lem perangkap burung, meski aku belum pernah melihatnya. Paling itu hanya sesuatu seperti jaring serangga, kan?

“Bukankah jaring burung akan lebih efisien?”

“Mungkin, tapi itu ilegal.”

“Aku tidak berpikir ada orang yang tahu.”

“Oreki-san, apakah kau tipe orang yang mengabaikan lampu merah di malam hari?”

“Aku tipe orang yang tidak pergi di tengah malam.”

Percakapannya sangat tidak produktif,  membuat perasaanku semakin buruk.

“Kau tahu aku sebagai tipe orang yang berhenti saat lampu merah.”

“Tidak ada lampu lalu lintas di kala jalan-jalan malamku.”

Ini sungguh tidak produktif.

Aku tahu sesuatu seperti ini akan terjadi, maka aku mengeluarkan buku di saku jasku. Aku mulai membaca koleksi cerita pendek, lalu bicara kepada Chitanda yang melanjutkan berwajah tepat seperti seorang resepsionis.

“Kita tidak punya sesuatu untuk dilakukan, jadi aku akan membaca.”

Saat aku mengatakan ini, Chitanda akhirnya mengalihkan wajahnya kepada diriku, dan dengan senyum lembut dia mengatakan, “Itu tidak akan terjadi.”

“Tapi tidak ada yang datang.”

“Itu tidak akan terjadi. Duduk dan diam saja di sini.”

Baiklah. Aku mengembalikan buku tadi ke sakuku. Memikirkan hal tersebut, jika aku membaca seperti maka aku terlihat tidak minat dengan festival ini, jadi aku pikir siswa baru akan sulit untuk datang ke meja ini.

Di lain sisi, jika aku tetap diam seperti ini sampai sore, maka akan semakin dingin dan dingin. Aku menyilangkan tanganku di belakang kepala.

Chitanda juga terlihat sepertinya menghabiskan waktu dengan kedua tangannya. Entah seberapa kuat rasa tanggung jawabnya, dia bukanlah benda mati, maka kami mungkin seharusnya pergi jika selanjutnya tidak ada apapun yang terjadi. Dia mengalihkan wajahnya ke samping dan sepertinya melihat seorang murid yang bersemangat dari klub lain.

Oranng-orang terus berlalu. Untuk beberapa alasan, melihat ini semua, aku bicara.

“Tempat yang terkutuk benar-benar ada.”

“Ya, ternyata ada.”

Dia langsung menjawab. Aku tidak tahu harus menjawab apa lagi.

Tidak lama lagi, Chitanda menghadap ke diriku dan memiringkan kepalanya.

“Bukan itu yang sedang kau bicarakan?”

Yang dimaksud ‘itu’ merujuk ke mana? Aku memilih untuk tidak memikirkannya dan menyandar ke belakang pada kursi lipat.

“Kau tahu, salah satu dari hal-hal semacam itu. Di suatu tempat seperti daerah perbelanjaan atau area pinggir jalan, meskipun itu bukanlah lokasi yang buruk dibandingkan toko-toko lain, kau punya sebuah tokoh yang sudah lama ditutup dan digantikan dengan yang baru. Sebelum kau menyadarinya, ada sebuah toko baru di sana, dan entah apa jenis toko itu, itu bukanlah masalahnya. Aku hanya berpikir kalau tempat-tempat seperti itu benar-benar ada.”

“Ah, aku tahu. Sebuah tempat yang terus berganti kepemilikan. Itu misterius, tapi sekali mereka mengganti papan tandanya, aku sepertinya tidak akan ingat sebelumnya adalah toko apa.”

“Benarkan? Ketika tokonya sering sepi, kau akhirnya lupa kalau di situ ada sebuah toko.”

Chitanda mengangguk dan ekpresinya memohon diriku untuk melanjutkan. Aku ingin menghindari matanya jadi aku sekilas memalingkan pandangan. Seperti menjauhkan perhatian dari hal itu, aku secara pelan mengetuk meja menggunakan punggung tanganku.

“Aku merasakan perasaan yang sama di sini.”

“Di sini, maksudmu di tempat ini?”

“Ya.”

Salah satu barisan meja ditempatkan di sekeliling pagar tanaman yang melingkar. Berdasarkan pernyataan resmi OSIS, Klub Klasik merupakan klub yang ditempatkan di sebuah taman yang dibersihkan, akan tetapi, aku sudah melihat jalan untuk ke situ yang para dibersihkan oleh para siswa sedari tadi namun masih belum terlihat baik.

Ketika siswa kelas satu memasuki lingkaran tersebut, punggung mereka menghadap kami. Jika para siswa tidak tertarik dengan apa yang terjadi dan memutuskan untuk pergi lewat gerbang sekolah, mereka bahkan tidak sekalipun memandang kami, akan tetapi, jika ada yang penasaran, meskipun cuma sedikit, dan mereka memutuskan untuk melihat-lihat, mereka akan langsung berada di depan meja kami. Melihat dari alur keramaiannya, tempat ini seharusnya sama sekali tidak memberikan kesan buruk.

Belum lagi, untuk beberapa alasan tidak ada siswa kelas satu yang banyak berhenti di depan sini. Mereka bahkan tidak melihat tanda Klub Klasik dari tulisan tangan Chitanda.

“Sepertinya mereka sulit untuk berhenti berjalan-jalan dan datang ke sini entah kenapa

Saat Chitanda melihat sekelompok siswa lewat di depan kami, perlahan dia menjawab.

“Aku rasa masalah terbesar adalah karena kita tidak memanggil mereka.”

Suara keras dari setiap klub saling bersautan di udara melewati taman depan. “Hey, kau sepertinya orang yang pandai kuis. Aku yakin kau sedang mencari sebuah kuis bahkan saat kita bicara. Aku mengerti akan dirimu. Kalau begitu, pertanyaan pertama!” “Kami juga mengadakan debat Bahasa Inggris. Nilai Bahasa Inggrismu pasti akan meningkat; biasanya begitu.” “Tidak, tidak, aku akan mengikuti peraturannya. Ini mudah jika kau mengingatnya. Jika kau fokus dimana “emas” dan “silver”nya berada, maka akan sangat bagus!”(emas dan silver mengacu pada bagian permainan Shogi, catur versi Jepang.) “Apa kau tidak pandai memasak? Tidak apa jika memang tidak pandai memasak, karena kau akan menjadi lebih baik di Klub Memasak. Datanglah ke ruang Klub kami dan kami akan langsung membuatkanmu sesuatu!” “Klub Astronomi, Klub Astronomi ada di sini! Apa kau menyukai bintang? Mencintai planet? Meskipun pada dasarnya kita tidak dapat melihat mereka sekarang.” Aku baru menyadarinya, tapi bahkan anehnya Klub Melukis dan Klub Karuta memanggil siswa-siswa yang berlalu.

Memang, diam saja dan mengeluh kalau ‘tidak ada yang berhenti’ kelihatannya agak tidak masuk akal.

Saat itu, Chitanda mengatakan ini.

“Meskipun, dengan hal ‘itu’ tepat di depan kita, ini sungguh kelihatan sedikit tidak adil.”

Ketika mengatakan ini, dia mengindikasi apa yang dia bicarakan dengan matanya.

‘Itu’ ditunjukkan di depan siswa-siswa yang berlalu. Sebuah spanduk besar bertuliskan “Bersiaplah untuk Waktu Minum Teh.” Itu spanduk yang sangat indah dengan maskot kucing dan panda dibordir dengan manik-manik. Semerbak teh hitam tercium dari situ. Di meja tersebut ada sebuah termos, dua tumpukan cangkir kertas, sebuah formulir klub, dan sebuah pulpen. Di ujung meja juga ada kompor gas dan sebuah ceret emas, jenis ceret yang mungkin tim olahraga akan minum saat sebuah pertandingan. Ceret bersinar itu sepertinya sepertinya dapat membawa 10 liter. Saat itu, kompornya tidak menyala.

Dan hal yang paling mencolok adalah labu di lain sisi dari kompor gas. Benda yang sangat besar ini mempunyai mata dan mulut yang terukir seperti dekorasi Halloween. Apakah Halloween berlangsung di bulan April?

Di tengah belakang meja ada dua gadis. Keduanya hanya mengenakan celemek di luar seragam sekolah mereka. Meskipun begitu, mereka sangat bersemangat hingga sepertinya hawa dingin ini tidak sampai ke mereka. Di antara labu dan kompor gas, mereka dengan penuh semangat melambaikan tangan mereka.

“Datanglah dan coba segigit. Kue yang pasti kalian suka! Bagus, silakan!”

“Sebenarnya, kita memasukkan campuran misterius di dalam kue-kue ini. Sekarang kau telah jatuh ke perangkap kami. Kau ingin ikut ke klub kami sekarang. Iyakan, kau benar-benar ingin bergabung. Kau sangat ingin bergabung sehingga kau tidak bisa menahannya lagi. Kertas pendaftarannya ada di sini.”

“Ya, ini kue jenis itu. Aku akan merasa tidak enak kalau itu tersangkut di tenggorokanmu, jadi minumlah teh hitam ini.”

Saat dia mengatakan ini, dia mengambil termos dan menuangkan tehnya ke cangkir kertas.

“Hey kau, yang di sana. Kau sepertinya orang yang suka kue!”

“Ah kau benar! Dia benar-benar punya wajah yang sangat cocok untuk memakan kue. Sekarang makanlah. Tidak apa-apa, makan saja!”

Entah bagaimana aku merasa aku pernah bertemu mereka berdua. Entah siapa, aku penasaran. Aku tidak merasa kalau aku pernah melihat wajahnya sebelumnya.

Sepertinya mereka sudah menyiapkan banyak kue. Mereka terus memberi satu setelah yang lain. Aku tidak tahu apakah rencana mereka benar benar-benar untuk mendapatkan siswa untuk bergabung, tapi mereka tentu saja membuat banyak siswa berhenti.

“Klub Penelitian Penjualan Gula?”

“Ya, kau tidak bisa menahan untuk melihat ke sana, benar-benar membuat lupa tentang Klub Sastra Klasik.”

Menggunakan makanan untuk memancing siswa baru bergabung, sungguh pasangan yang pengecut. Bagaimanapun juga, mereka yang membiarkan hati mereka tercuri oleh sesuatu seperti kue mungkin orang-orang yang ceroboh. Mereka tidak akan cukup baik untuk masuk ke Klub Klasik. Saat aku sedang bermain di dalam kepalaku dengan tuduhan tanpa landasan apapun dan retorik “kami orang yang terpilih”, aku menyadari Chitanda terlihat sedikit aneh di sampingku. Dia memandang dengan sungguh-sungguh ke meja Klub Penelitian Penjualan Gula tanpa banyak bergerak.

Tidak mungkin… Aku memanggilnya dengan ketakutan di suaraku.

“Chitanda?”

“Huh… oh, ada apa?”

Chitanda yang kaget menoleh ke diriku, dan aku bertanya kepadanya.

“Mungkinkah…”

“Ya?”

“…kau ingin sepotong kue?”

Chitanda berpikir sejenak lalu menjawab dengan ekspresi yang tulus.

“Jika aku bilang tidak, maka aku berbohong.”

“Tidak apa jika kau ingin ke situ dan mendapatkannya.”

“Terima kasih banyak, tapi aku tidak bisa. Kita punya prioritas lain.”

Sekali lagi, dia memalingkah kepalanya untuk memandang ke Klub Penelitian Penjualan Gula.

“Bukankah ada sesuatu yang aneh di sana?”

Terkena jebakannya, akhirnya aku melihat sekali lagi. Si duo enerjik. Termos, cangkir-cangkir kertas, dan kertas pendaftaran klub. Kompor gas di atas meja, labu, dan kue-kue.

…Aku tidak bisa menyangkal kalau tentu saja ada hal-hal aneh yang ada di meja. Hal teraneh mungkin adalah betapa bersemangatnya mereka berdua.

Di lain itu, mungkin ada satu atau dua hal aneh.

“Aku pikir kau benar. Itu aneh.”

Aku tidak berhati-hati sehingga tidak sengaja mengucapkan hal itu. Chitanda tiba-tiba  mendekat kepadaku. Karena mejanya sangat kecil, ketika dia melakukannya, aku bisa merasakan dia sangat dekat terhadapku sehingga membuatku langsung mundur ke belakang tanpa berpikir.

“Benarkah? Bagian mana yang ganjil?”

“Apa maksudmu dengan ‘bagian yang mana’? Kau kan yang tadi mengucapkannya terlebih dahulu, kan? Cuma itu.”

Atau mungkin dia sedang bermain sejenis permainan pikiran kelas tinggi denganku, mengucapkan “kata ‘aneh’ dengan cara pengucapan Klub Penelitian Penjualan Gula.” [Di Bahasa Jepang, cara pengucapan ‘aneh/ okashii’ mirip dengan cara pengucapan yang berarti ‘gula/ okashi’.]

Chitanda melirik ke keributan yang terjadi karena pembagian kue lalu berbisik sesuatu.

“Aku tahu, tapi sejak tadi aku tidak bisa berhenti merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi. Aku terus memikirkannya, dan rasanya membuatku frustasi.”

“Oh, itu mungkin hanya…”

“Tunggu dulu!”

Aku berhenti bicara dan menelan kembali kata-kata yang hampir keluar.

“Tolong jangan beritahu aku dulu. Aku masih mencoba untuk menebak jawabannya. Ya, aku merasa aku memahaminya entah bagaimana.”

Aku diminta untuk mencari jawabannya, tapi aku tidak boleh mengatakannya. Ketika aku berpikir betapa langkanya kejadian ini, aku memandang sisi samping wajah Chitanda yang dekat dengaku ketika dia sedang memandang Klub Penjualan Gula.

Akhirnya, dia terlihat yakin.

“Labunya. Aku punya firasat kalau labunya yang aneh.”

Labu jingga tua itu punya dua mata berbentuk segitiga dan sebuah mulut yang bergerigi. Entah bagaimana kau melihatnya, itu hanya Jack O’Lantern biasa, tapi aku bisa paham kenapa itu bisa membuat mata seseorang terlihat membesar.

Akan tetapi, Chitanda mempunyai pemikiran yang berbeda.

“Benda-benda semacam itu tidak boleh ada di Jepang… Tidak, itu tidak benar. Itu hanya sebuah jenis labu biasa.”

“Benarkah?”

“Labu tumbuh di musim panas, tapi sepertinya mereka menyimpannya dengan baik, tidak aneh kalau labu-labunya busuk.”

“Aku paham.”

“Labu-labunya belum dikenal secara luas sebagai labu panen untuk dijual. Aku tidak berpikir ada keluarga pertanian yang menanamnya di Kota Kamiyama.”

“Aku terkejut.”

“Tapi kau bisa membelinya di supermarket. Itu produksi dalam negeri? Atau mungkin itu jenis impor.”

“Kenapa kau melihatnya dengan sudut pandang yang berhubungan dengan pertanian?”

Itu bukan masalahnya. Ketika dia terus melewatkan pokok utamanya dengan baik, aku yang memilih untuk tetap diam, merupakan sebuah perbuatah jahat.

Chitanda berbisik padaku beberapa hal lagi untuk dirinya sendiri, tapi akhirnya dia  mengeluarkan nafas kecil.

“Aku pikir semuanya sampai sekarang itu salah. Aku tidak tahu. Aku menyerah. Kenapa aku sangat penasaran dengan labu itu?”

Dia menjadi malu, seakan-akan meminta maaf atas sifat keras kepalanya tadi.

“Aku penasaran.”

Biasanya aku akan menganggap ini sebagai sebuah hal yang menyusahkan.

Tapi bagaimanapun, tingkat penasaran Chitanda yang tidak terbatas tidak hanya membuat masalah untuk Klub Klasik, tapi terhadap seorang pendukung penghemat energi di sini ini. Berpikir secara rasional tentangnya, bahkan aku tidak memecahkan sebagian besar dari masalah-masalahnya,  bukan berarti aku ingin lebih buruk dari aku yang sekarang, terlebih, aku bahkan tidak paham kenapa aku berakhir di sini selalu bersama dengan banyak kasus-kasus seperti ini. Aku rasa mata besar Chitanda ingin menyalahkan.

Bagaimanapun, hari ini karena Chitanda bilang dia penasaran dengan kejadian yang ada di tempat ini, aku tidak merasa itu mengganggu. Meskipun, duduk di belakang meja ini, aku tidak boleh membaca buku ataupun bangun dan pergi. Jika aku hanya duduk di meja ini, aku merasa membahas sebuah hal bukanlah hal buruk.

Pada saat yang sama, aku sudah hampir tahu secara keseluruhan maksud sebenarnya dari hal yang menyebabkan Chitanda merasakan ‘ada sesuatu yang ganjil.’ Sepertinya pembicaraan ini tidak akan terjadi cukup lama. Aku mulai bicara.

“Labu itu sangat besar, kan.”

Chitanda memiringkan kepalanya.

“Itu labu jenis Cucurbita pepo [Jenis labu paling umum.], jadi sebenarnya itu cukup tidak besar kalau dibanding…”

Nadanya tiba-tiba berubah.

“Kau mungkin bisa memegangnya dengan tanganmu melingkarinya, kan? Setidaknya, itu lebih besar dari kertas karton yang kau gunakan untuk membuat tanda Klub Sastra Klasik.”

Dia melihat tandanya lagi, lalu akhirnya mengangguk membenarkan.

“Itu benar. Labunya jauh lebih besar.”

“Labu itu ditempatkan di salah satu sisi meja, sementara sisi lainnya ada kompor gas, terlebih lagi di antaranya ada dua anggota Klub Penjualan Gula yang sangat aktif mengurusi kue. Di meja kita hanya ada kita berdua duduk bersebelahan, dan sudah terasa kram.”

“Benarkah? Kau merasa kram?”

Sudah ku duga, dia sama sekali tidak merasakannya.

Kesampingkan dulu hal itu untuk sekarang, karena kita sedang melihat meja tersebut lewat celah dari banyaknya siswa yang terus berlaluan, dan arahnya mejanya agak saling sudut menyudut dari meja kami, mungkin sulit baginya untuk melihatnya. Jawaban untuk pertanyaan Chitanda sebenarnya sangat sederhana.

“Meja milik Klub Penjualan Gula lebih besar dari milik kita. Ketika aku menata meja kita tadi, aku sadar ada beberapa klub yang menggunakan meja berukuran besar. Kau tidak tahu kan mejanya memiliki ukuran yang berbeda-beda. Bukankah itu kenapa kau merasa ada perasaan aneh yang membuatmu tidak nyaman?”

“Ah…”

Suara Chitanda keluar.

Akan tetapi, wajahnya tidak bersinar.

“Mejanya merupakan meja berukuran besar. Kau bisa tahu dari jarak antara labu dan kompor gas. Aku tahu. Tepat seperti yang kau bilang, aku tidak menyadarinya. Tapi aku merasa kalau ada sesuatu yang lain. …Kalau begitu, kenapa mereka punya labu di sana?”

Dan sekarang kita sampai ke ‘kenapa’. Itu merupakan pertanyaan yang susah.

“Apakah harus ada alasan dalam dekorasi? Menyerahkan kue sementara menggunakan tema Halloween sangat masuk akal, kan?”

Meskipun sekarang benar-benar bukan waktu yang pas.

Chitanda kembali melihat Klub Penjualan Gula.

“Biarkan aku mengganti pendapatku sedikit. Jika mereka tidak punya labu di sana, apa yang akan terjadi?”

Ketika dia bertanya itu, aku mencoba untuk membayangkannya. Apa yang akan terjadi jika kau mengambil labu itu, dan di meja hanya ada sebuah kompor gas dan ceret.

“Mejanya akan terlihat kosong dan menyisakan banyak ruang.”

“Aku setuju.”

Lalu dia mengalihkan pandangannya ke diriku dan bicara perlahan, seakan dia menekankan poin utamanya.

“Jika labu itu tidak ada di sana, tidakkah kau pikir Klub Penjualan Gula akan bisa melakukan lebih banyak hal dengan ruang kosong itu?”

Aku merasa paham apa yang dia maksud.

Kalau labunya hanya digunakan sebagai dekorasi, Klub Penjualan Gula hanyalah membatasi ruang yang mereka punya. Terlebih lagi, meskipun mereka melakukannya, tidak terlihat mereka kram sama sekali.

Ini artinya mereka punya ruang meja yang sangat berlebihan. Dipikir-pikir kenapa mereka diberi meja berukuran besar.

“Jadi kau bilang kalau meja berukuran mereka itu besar itu sia-sia?”

Chitanda sedikit menggelengkan kepalanya.

“Bukan itu yang aku katakan. Hanya saja mereka terlihat menggunakan ruang yang sama dengan kita yang punya meja lebih kecil. Kalau begitu, kenapa mereka diberi meja yang besar?”

Merupakan tanggung jawab Panitia Umum untuk membagikan tempat untuk kami. Pada dasarnya, mereka juga menentukan klub mana yang mendapatkan meja besar. Contohnya, jika secara fisik klub yang membutuhkan banyak ruang seperti Klub Band Alat Musik Tiup mendapatkan meja berukuran besar, tidak ada yang akan memikirkannya dua kali. Tetapi, Klub Penjualan Gula tidak membutuhkan banyak ruang. Bahkan saat itu, hanya ada dua orang yang mempromosikan klubnya.

Aku bisa memikirkan beberapa alasannya, bagaimanapun, mungkin itu akan menerangkannya.

“Kemungkinan pertama: Ada banyak meja besar, dan semua klub yang benar-benar membutuhkannya sudah mendapatkan meja berukuran besar, jadi ada sisa. Sehingga, bahkan Klub Penjualan Gula juga mendapatkannya.”

“Aku kau benar-benar berpikir seperti itu?”

Mendengar respon sungguh-sungguh dari teori setengah ngasal itu hampir membuatku menelan kembali ucapanku.

“Tidak begitu sih…”

“Aku juga tidak berpikir demikian. Karena kalau itu penyebabnya, maka tidak adil bagi Klub Fotografi maupun Klub Penyusunan Bunga yang terlihat kesusahan di sana itu.”

Aku bisa melihat Klub Fotografi benar-benar menenggelamkan kumpulan foto mereka karena tidak cukup ruang yang tersedia, tapi Klub Penyusunan Bunga yang Chitanda tunjuk bahkan dalam kondisi yang lebih buruk. Karena mereka ingin menyusun sebaris susunan bunga yang indah di meja mereka, tapi akhirnya malah mirip seperti hutan yang penuh dan sesak dibandingkan mirip koleksi karangan bunga, dan terlebih lagi, kau bahkan tidak bisa melihat wajah-wajah anggota klubnya. Mereka mungkin menyusun satu karangan bunga per orang tanpa memikirkan dampaknya dan langsung keluar dari ruang kelas. Di samping itu, sebenarnya aku tahu kalau tidak ada meja besar yang kelebihan atau tersisa.

Meja besar dibagikan kepada klub yang punya banyak barang untuk dipamerkan, kalau Klub Penjualan Gula diberi meja ukuran normal. Inilah yang seharusnya terjadi. Tapi kenapa tidak?

“Kemungkinan kedua: Klub Penjualan Gula mempunyai ikatan dengan Panitia Umum, dan menyuap mereka dengan memanfaatkan koneksi tersebut untuk mendapatkan meja yang besar.”

Mendapatkan anggota baru merupakan masalah kesiapan; mereka yang ceroboh masuk ke festival ini tanpa sebuah rencara menyerang, adalah orang yang bodoh. Setelah cukup lama, Chitanda mempunyai pandangan sedih pada matanya. Apakah dia putus asa akan kejamnya pemikiran dingin ini? Akhirnya, dia menjawab.

“Jadi setelah melakukan itu dan mendapatkan meja yang besar, mereka berdua…”

“Meletakan labu besar pada meja tersebut.”

Tidak, itu salah. Ada sebuah alasan yang berlawanan dengan itu. Jika mereka tidak memanfaatkan ruang tambahan tersebut secara efektif, maka tidak ada alasan untuk susah payah mendapatkannya.

Jika aku berasumsi mereka mendapatkannya secara dengan bebas, maka mungkin mereka mendapatkan meja yang besar bukan karena mereka membutuhkannya, tapi untuk membuat klub lain yang membutuhkannya bakal rugi.

Dengan hipotesis ini, Klub Penjualan Gula mengamankan sebuah meja yang besar untuk mengganggu klub lain. Sepertinya memang bukan itu perkaranya, tapi dunia kemungkinan memang sering jauh berbeda dari kenyataan. Aku tidak percaya mereka akan bertindak sejauh itu, dan aku tidak berpikir Chitanda juga demikian.

“Ayo kesampingkan dulu hal tersebut. Waktunya kemungkinan ketiga.”

Di dalam, jauh di sana, aku berpikir kalau yang ini adalah jawaban yang benar. Menyebutkan dua hal tadi itu… yah.. aku hanya menghabiskan banyak waktu.

Butuh sedikit waktu untuk menemukan perkataan yang pas.

“Klub Penjualan Gula mengisi formulir permohonan untuk menggunakan barang tertentu, dan mereka diberi meja besar karena mereka memerlukan ruang untuk tujuan keamanan.”

“Benda apa itu?”

Ada sesuatu yang kau butuhkan dengan harus menggunakan izin khusus.

“Api. Kompor gas di atas meja.”

Ketika mendengar ini, Chitanda memalingkan kepalanya dan sekali lagi melihat ke arah Klub Penjualan Gula.

“Klub Penjualan Gula diberi sebuah meja yang besar untuk menggunakannya. Bagaimanapun juga, akan berbahaya menggunakan api di ruang yang sempit. Akan tetapi, mejanya terlalu besar hanya untuk kompor gas. Akhirnya mereka menambahkan labu di sisi lain dari meja supaya terlihat bagus dan elok. Apakah ini kedengaran benar untukmu?”

Dengan ini, aku yakin aku telah menyelesaikan misteri di balik labu tersebut. Butuh memakan lebih banyak waktu daripada yang ku duga, tapi Chitanda pasti puas dengan ini.

Betapa naifnya aku. Chitanda terus memandang meja Klub Penjualan Gula, juga anggota klub yang selalu penuh semangat membagikan kue dan teh hitam.

Setelah kecemasan-dalam waktu hening, Chitanda perlahan menghadap diriku.

“Aku tahu. Aku harap aku bisa menyebutnya sebuah deduksi yang luar biasa, akan tetapi…”

Aku juga melihat ke benda yang Chitanda terus lihat. Sebuah termos. Cangkir-cangkir kertas. Sebuah kompor gas di atas meja dan ceret.

Kompor gasnya tidak digunakan.”



Sudah cukup, apinya bahkan tidak menyala saat itu. Kau bisa mengetahuinya hanya dengan melihatnya. Tapi bahkan kalau itu alasannya, apa yang dimaksud Chitanda tidaklah masuk akal.

“Apa yang kau katakan? Hanya karena mereka saat ini tidak menggunakannya bukan berarti mereka nanti juga tidak akan menggunakannya.”

Sekarang, mereka menuangkan teh dari termos, akan tetapi, jika mereka terus membagikannya, mereka nanti akan kehabisan teh tersebut. Ketika itu terjadi, mereka pasti akan menyalakan kompor gas untuk menghangatkan cadangannya. Bahkan seorang anak TK pun tahu itu.

Chitanda tiba-tiba menggerakkan wajahnya mendekatiku. Aku yang menggerakkan mataku ke atas membuat mata kami bertemu. Sepertinya matanya menembus masuk melewati semuanya ke sisi paling rendah di hatiku.

“Oreki-san, barusan kau berpikir kalau aku bodoh kan.”

“Aku tidak mengatakannya…”

“Kalau begitu, apa kau pikir aku orang tolol?”

Aku pikir kalau itu masuk akal kalah bahkan anak TK pun juga memahaminya.

Chitanda menyandar ke kursinya dan mulai bicara dengan nada kesal.

“Bukannya aku mengatakan banyak hal tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Aku tahu ketika aku sedang melihat dengan teliti pada meja itu.”

Chitanda punya indera penglihatan, pendengaran dan penciuman yang mengagumkan. Indera perasanya juga mungkin sama. Mungkin dia mempunyai sesuatu yang tidak aku ketahui sebagai hasil kelima inderanya tersebut.

“Apa yang kau lihat?”

“Tidak ada yang kau tidak bisa.”

Dia mungkin tidak merajuk. Dia sedang mentantangku. Sialan kau, aku berpikir lalu mengencangkan mataku untuk mencari sesuatu.

Aku pikir aku tidak bisa mengatakan kalau tidak ada yang mencurigakan.

“Ceret itu sepertinya jenis baru. Tidak terlihat kalau sudah digunakan pada api bahkan sekali pun.”

Saat mengatakan itu, sebenarnya tidak mungkin tahu kalau ceret itu belum pernah digunakan hanya dari pengamatan. Aku melihat sekilas Chitanda, dan aku bisa melihat dia tersenyum tipis tanpa melihat ceret tersebut, seperti dia akan mengatakan apapun kapanpun. …Yang mungkin maksudnya mengatakan kalau bukan seperti itu.

“Klub Penjualan Gula memberikan teh hitam. Mereka menuangkannya dari termos ke cangkir kertas. Saat mereka kehabisan teh, mereka akan merebus lagi, tentu saja.”

Tunggu dulu, itu tidak benar. Kau tidak mendidihkan teh hitam.

Ah, jadi begitu. Meskipun Klub Penjualan Gula benar-benar merebus air dari situ, apakah ada sesuatu yang mereka bisa lakukan hanya dengan itu?

“Aku sekarang paham. Kau sedang membicarakan teh hitamnya, kan?”

“Tepat sekali,” dia menjawab, dengan penuh percaya diri. “Klub Penjualan Gula membagikan kue dan teh hitam. Meskipun mereka mendidihkan air, tidak akan berguna jika mereka tidak punya daun tehnya, terlebih, aku belum melihat daun tehnya di mana pun di meja mereka. Mereka pasti sebelumnya sudah membuat teh di suatu tempat lalu menuangkannya ke termos.”

Meski aku mengakui panca inderanya luar biasa, terkadang aku juga mengakui kalau pengetahuannya juga sama luar biasanya. Aku tidak merasa kesal karena dikalahkan olehnya, tapi aku menjawab dengan ketus.

“Mungkin persediaan utama teh hitamnya sudah ada di termos. Yang mereka butuhkan adalah menambahkan air yang sudah mendidih sehingga jadilah teh hitam. Atau mungkin daun tehnya ada di ceret.”

Setelah aku mengatakan ini, mata Chitanda melebar.

“Oreki-san… jangan bilang kau belum pernah membuat teh hitam?”

Aku terdiam.

Itulah hal sebenarnya. Aku lebih suka kopi, tapi ketika aku ingin minum teh hitam, aku beli dari vending machine. Jadi, aku tidak pernah perlu membuat teh untuk diriku sendiri. Rasanya aku mengakui sifat hidupku yang menyedihkan, jadi aku tidak ingin mengatakannya secara keras.

“Jika kau melakukannya, tehnya akan terasa pahit. Itulah kenapa tehnya dibuat di ceret teh dengan saringan yang bisa dilepas dan kenapa bungkus daun tehnya punya rekomendasi untuk sekali pakai. Contohnya, meskipun kau menggunakan kantong teh, maka kau akan menarik kantongnya lagi setelah cukup waktu.”

“Begitu ya?”

“Ya seperti itu.”

Jadi begitu. Aku tidak begitu tahu secara mendetail, tapi setidaknya aku bisa memahami kalau ada sesuatu yang salah dengan fakta kalau mereka tidak mempunyai daun teh ataupun panci yang digunakan untuk membuat teh.

Artinya kalau teh hitam yang sudah mereka siapkan di termos merupakan semua yang mereka punya, dan kompor gas di situ bukan untuk membuatnya lagi.

Berbagai hal menjadi bertambah ganjil.

“Aku rasa ini berarti kalau Klub Penjualan Gula tidak berencana untuk menggunakan kompor gas yang mereka siapkan sedari awal. Kalau begitu itu tepat seperti labu itu; hanya untuk sebuah hiasan.”

Aku berpikir sejenak.

Meskipun mereka tidak menggunakannya, aku masih berpikir kalau hipotesisku tentang mereka diberi meja besar setelah meminta persetujuan untuk menggunakan kompor gas itu benar. Bagian yang aneh adalah bagaimana mereka tidak sepertinya tidak menggunakannya. Lalu apa artinya?”

“Apa ya.”

Tidak terduga, ini adalah awal sebuah masalah. Aku awalnya ikut berpikir sampai hanya untuk membuang-buang waktu, tapi ternyata malah membawaku sampai ke sejauh ini. Secara tidak sengaja, aku diburu dengan kegelisahan ini, aku berbalik dari Chitanda. Secara bersamaan dia juga memalingkan pandangan matanya.

Lalu kami berdua menyadari seseorang berdiri di depan kami.

Kulit berwarna coklat di bawah langit berawan di musim semi. Potongan rambut pendek. Sebuah wajah dan aura wajah yang  memberi kesan sifat enerjik dan berani. Dengan jaket tebal yang menyembunyikan jenis kelamin si pemakainya tidak dikancing, menunjukkan kemeja dan dasi di dalamnya. Pada waktu yang sama, Chitanda dan aku melihat seorang gadis berdiri di depan kami. Bukannya aku lupa kalau kami berada di tengah Perayaan Perekrutan Baru, tapi aku tidak berpikir ada yang benar-benar akan datang ke meja kami. Berapa lama dia sudah berdiri di situ?

Kami berdua hanya duduk di situ tercengang dan tidak bisa berbicara, gadis tersebut memasukkan tangannya ke dalam saku jaket dan sedikit menundukkan kepalanya.

“Hai yang di sana.”

Lalu dia tersenyum cerah.



Chitanda menjadi orang pertama kembali tersadar.

“O… oh, um, apakah kau mungkin tertarik untuk bergabung? Namaku Chitanda. Aku ketua klubnya.”

Gadis berjaket itu tersenyum lagi lalu menjawab.

“Sebenarnya tidak, tapi aku sedang berjalan-jalan dan melihat banyak klub, dan akhirnya aku melihat kalihan terlihat sedang membicarakan sesuatu yang menarik di sana. Namaku Oohinata. Aku kelas satu.”

Ini kali pertamaku mendengar nama itu. Tidak selangka nama “Chitanda,” tapi nama “Oohinata” juga sangat khas, jadi aku merasa kalau aku tidak akan melupakannya. Meski itu tidak seperti diriku yang biasanya. Bagaimanapun juga aku biasanya tidak bagus dalam mengingat berbagai hal seperti nama dan wajah.

Terlebih lagi, rasanya aku pernah melihat wajahnya di suatu tempat. Hanya ada satu alasan bagiku untuk mengetahui wajah seorang siswa kelas satu.

“SMP Kaburaya?”

Oohinata melihatku dan tersenyum seakan dia sangat bahagia.

“Ya,” dia mengangguk. Dia orang yang sangat berterus terang.

“Aku tahu.”

Tepat seperti yang ku duga, dia dulu seorang adik kelasku. Aku tahu aku harusnya mengatakan sesuatu tentang SMP Kaburaya, tapi tidak sesuatu yang benar-benar aku ingin tanya atau bicarakan, jadi aku tetap diam.

Chitanda mulai berbicara.

“Nah, kami sekarang sedang merekrut anggota baru, jadi bagaimana? Di Klub Klasik kami melakukan… berbagai macam hal.”

Imbuhan yang bagus.

“Aku tidak tahu, sepertinya agak ribet. Kalian membaca hal-hal seperti budaya klasik bahasa China, kan? Maksudku aku rasa aku sangat menyukai pembelajaran bahasa Jepang dan semua…”

“Tidak, kami tidak melakukan hal-hal semacam itu. Tentu saja, jika kau ingin kami juga bisa melakukannya.”

“Begitukah? Tapi meski…”

Aku tidak tahu apakah Oohinata mendengar sesuatu di langit , tapi dia tiba-tiba membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke Chitanda.

“Ini hanyalah sesuatu yang temanku katakan padaku, tapi orang-orang harus menyelesaikan apa yang mereka mulai. Jadi? Bagaimana dengan labu itu?”

“Ap…?”

Begitu ya. Dia mendengarkan kami secara diam-diam, huh?

“Dari mana kau mulai mendengarnya?”

“Umm,” dia berpikir sambil mengerutkan bibirnya, “Dari saat kau bilang padanya kalau dia bisa pergi mendapatkan beberapa kue kalau dia menginginkannya.”

“Itu sih dari awal!”

Chitanda mengatakannya sesuatu seperti sebuah teriakan. Pipinya menjadi terlihat memerah.

“Kau mendengar semuanya? Itu sangat memalukan.”

Kau bisa benar-benar menyebut sebuah percakapan seperti itu memalukan?

Reaksi yang sangat tidak terduga itu bahkan membuat Oohinata bingung.

“Um, aku minta maaf. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk mendengar semuanya. Hanya saja… aku sangat penasaran tentang labu itu ketika aku mendengar kalian membicarakannya, jadi aku berhenti berjalan dan bermulai dari situ. Aku tidak bisa menahan penasaran berapa lama kalian akan terus memikirkan tentang labu itu, hanya itu.”

Dia langsung menurunkan kepalanya.

“Aku benar-benar minta maaf.”

“Tidak… itu tidak apa-apa.”

Saat Chitanda mengatakan ini, dia menaruh tangannya ke mulut seakan dia mau batuk. Oohinata juga memasang ekpresi malu untuk sesaat, tapi dia segera kembali ke dirinya yang sebenarnya.

“Jadi, bagaimana dengan labu itu?”

Selain Chitanda, kenapa tingkat penasaran siswa kelas satu ini juga sangat membara tentang hal seperti itu. Seperti yang aku pikirkan, bagaimanapun, aku tahu aku akan melanjutkannyalagi. Aku mengingat-ingat tentang apa yang tadi terakhir  sedang kami bicarakan.

“Jika aku mengingatnya dengan benar, kami sedang membicarakan tentang kompor gas yang tidak digunakan.

“Kenapa mereka bisa menempatkan sebuah labu sebagai hiasan itu karena mereka punya meja berukuran besar.

“Kenapa mereka diberi meja berukuran besar itu karena mereka mengisi formulir permintaan untuk menggunakan kompor gas.

“Akan tetapi, pada kenyataannya, mereka tidak menggunakan kompor gas. Ada yang aneh. Kami mengakhirinya di sekitar itu.”

Aku melihat ke arah Chitanda saat aku mengatakan ini, tapi dia menurunkan matanya ke bawah tanpa merespon apapun. Bagaimanapun juga sepertinya dia sangat malu. Sejak Chitanda bergabung ke klub, dia telah membawa berbagai masalah dari satu ke yang lain, dan ini pertama kali aku melihatnya seperti ini. Apa yang sedang dia begitu sadari?

“Jadi bagaimana dengan ini kalau begitu?” Oohinata bertanya dengan suara yang seperti sedang bersaing dengan keributan di sekitar. “Mereka sebenarnya berencana menggunakan kompor gas untuk sebuah alasan tertentu yang tidak ada kaitannya dengan membuat teh hitam, tapi rencana mereka berubah, dan mereka pada akhirnya tidak membutuhkannya. Mengesampingkan manfaat kegunaannya, mereka merasa mereka perlu meletakkan kompor gas di meja tersebut meski mereka tidak akan menggunakannya.”

“Menarik.”

Dia pasti sangat memperhatikan percakapan kami sehingga dia bisa membuat deduksi seperti ini. Meskipun, tidak bisa dibilang kalau itu benar.

“Akan tetapi jauh sebelumnya mereka pasti sudah merencanakan kalau mereka akan membagikan teh hitam dan gula-gula. Kalau begitu, mereka tidak tiba-tiba merencanakannya hari ini. Sedikit tidak konsisten menganggap mereka sudah lama merencanakan membagikan teh dan gula-gula saat mereka juga mempunyai rencana untuk menggunakan kompor gas untuk tujuan yang berbeda.”

“Kita tidak semestinya tahu kalau itu penyebabnya, kan? Jika mereka punya bahan-bahan serta tehnya, bukankah mereka bisa membuatnya kapanpun bahkan jika mereka baru merencanakannya hari ini? Jika mereka mulai membuatnya pagi hari, bukankah mereka bisa menyelesaikannya pada sore hari?”

Itu benar kalau Klub Penjualan Gula kemungkinan besar punya bahan-bahan kue yang sudah siap jika suatu saat mereka membutuhkannya. Tapi bukan itu masalahnya. Aku mengangkat tanganku dan menunjuk ke benda yang menjadi pertanyaannya.

“Tentang kuenya memang benar, akan tetapi spanduk mereka bukanlah sesuatu yang bisa kau buat dalam waktu yang sama.”

Spanduk besar yang bertuliskan “Bersiaplah untuk Waktu Minum Teh” dibordir dengan banyak manik-manik. Pasti sangat sulit untuk menjahit seluruh benda itu di antara waktu pelajaran.

“Mereka jauh sebelumnya sudah menentukan tentang tema ‘waktu minum teh’, dan akhirnya, mereka bisa memanfaatkan waktu untuk membuatnya.”

“Apaaa…”

Oohinata tidak puas.

“Yah, aku rasa jika kau mengatakan seperti itu maka aku harus setuju. Ini sangat sulit.”

Melihatnya, aku tidak bisa menahan perasaan kalau sepertinya aku membuat sebuah kesalahan. Aku sama sekali tidak punya kewajiban untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada Oohinata, jadi mungkin akan lebih mudah kalau mengatakan sesuatu seperti ‘kau mungkin akan cocok kalau berada di sana’. Sebagai pendukung penghemat energi, aku telah membuat pilihan yang salah.

“Kalu itu penyebabnya, coba kita lihat…”

Dia mulai berpikir lagi. Mengingat Oohinata bukanlah satu-satunya orang yang menganggap labu itu aneh, dia kelihatannya sangat bersemangat tentang semua masalah ini. Dia mengatakan sesuatu seperti harus selalu menyelesaikan apa yang kau mulai, tapi mungkin saja itu sebenarnya merupakan mottonya sendiri.

Karena sepertinya dia tidak bisa memikirkan apa-apa lagi, Oohinata mulai memandang dengan penuh ancaman ke Klub Penjualan Gula dan mulai mengatakan berbagai hal seperti “Bagaimanapun juga, sudah diputuskan kalau mereka bukanlah orang-orang yang baik.”

“Perkataanmu sangat kejam. Meskpuni kau bilang begitu, aku membayangkan diriku melahap kue-kue mereka.”

“Apa mereka datang ke sini dan membagikannya?”

“Mereka datang untuk menjualnya selama festival kebudayaan. Jadi bagaiamanapun, kenapa kau bilang mereka orang-orang jahat?”

Oohinata sekali lagi memandang sekilas Klub Penjualan Gula lalu bicara dengan penuh percaya diri.

“Ini hanyalah sesuatu yang temanku katakan padaku, tapi sepertinya orang-orang yang tidak menggunakan tanda nama selalu bersifat curang.”

Aku penasaran tentang itu. Aku rasa aku lebih suka tidak mengenakan tanda nama yang terkait pada dadaku dan bertuliskan ‘Houtarou Oreki’ ke mana pun aku pergi. Atau mungkin itu sejenis kalimat kiasan.

Saat aku bingung untuk menjawab apa, Chitanda tiba-tiba mengangkat kepalanya.

“Itu dia!”

“Ap… Apa itu?”

“Oohinata-san mengatakannya dengan tepat. Betapa indahnya, itulah hal yang terjadi sebenarnya.”

Oohinata yang takut mundur. Chitanda, jangan takut-takuti siswa kelas satu ini.

“Apa yang sedang kau bicarakan?”

Ketika mendengar ini, rasanya Chitanda menggali sebuah lubang di dalam kepalaku dengan tatapan tajamnya.

“Aneh kalau labu itu diletakkan di situ.”

“Bukankah itu alasan kenapa kita memulai percakapan ini?”

“Bukan, bukan itu. Aku sedang bicara tentang ini.”

Saat dia mengatakannya, dia menunjuk ke benda yang ada di meja kami, papan tanda bertuliskan “Klub Klasik.”

“Aku tahu aku berpikir ada sesuatu yang aneh. Faktanya kalau Klub Penjualan Gula itu kekurangan sesuatu.”

Di sebelah Chitanda yang sangat bersemangat, Oohinata yang takut bertanya.

“Um…  dari tadi kalian berdua terus menyebut Klub Penjualan Gula, tapi apa kepanjangannya?” [Mereka menyingkat ‘Klub Penelitian Penjualan Gula’ menjadi ‘Klub Penjualan Gula’, dalam Bahasa Jepang menyingkat sesuatu seperti ini akan membingungkan bagi mereka yang tidak tahu apa kepanjangannya.]

“Kau tahu!?”

Ketika dia mengatakan itu, aku akhirnya menyadarinya. Klub Penjualan Gula tidak mempunyai sesuatu yang seharusnya mereka punya.

Tak bisa dipercaya. Aku terbiasa dengan SMA Kamiyana sehingga aku melewati sebuah fakta penting begitu saja. Hanya dengan melihat mereka berdua yang enerjik, aku tahu mereka dari Klub Penelitian Penjualan Gula. Akan tetapi…

“Jadi begitu. Mereka tidak punya sebuah tanda. ‘Klub Penelitian Penjualan Gula’ tidak tertulis di mana pun, di meja maupun pada spanduk mereka.”

“Tepat sekali. Meskipun mereka merekrut anggota baru, mereka tidak mempunyai nama klub mereka di mana pun, yang seharusnya menjadi hal penting ketika mereka sedang melakukan itu, dan melihat sesuatu seperti labu di sana malah membuatku penasaran.”

Mengabaikan Oohinata seraya dia mengangguk dengan penemuan gagasan baru tentang singkatan tulisan Klub Penelitian Penjualan Gula, aku mulai berpikir.

Apakah itu kelalaian mereka? Tidak, itu tidak mungkin. Untuk sebuah klub yang sangat berusaha keras untuk Festival Perekrutan Anggota Baru seperti mereka yang membuat spanduk sangat berlebihan, kelalaian seperti itu harusnya tidak mungkin terjadi.

Lalu, apakah seperti yang Oohinata sebutkan tadi? Apakah Klub Penjualan Gula telah melakukan sesuatu yang sangat curang sehingga mereka tidak memajang nama klub mereka? Apakah sesuatu seperti itu mungkin terjadi? Pertama-tama, siapa yang akan menerima dari aksi curang itu?

Apakah ada kaitannya dengan kompor kas yang mereka dapatkan dari izin khusus untuk mereka gunakan tapi malah tidak digunakan sama sekali?

Banyak teriakan yang terdengar di telingaku. Klub Kuis, Klub Debat, Klub Fotografi, Klub Penyusunan Bunga, Klub Memasak, Klub Astronomi, dan sekarang, Klub Penelitian Penjualan Gula.

“Oreki-san?”

Aku menghadap Chitanda.

Aku merasa aku tahu apa yang sebenarnya terjadi.



“Itu karena tempat di mana labu itu berada bukanlah milik Klub Penjualan Gula.”

Aku langsung memaparkan sebuah kesimpulan.

Pada dasarnya banyak proses yang dilewati untuk menyimpulkan hal ini, jadi Chitanda menatapku bingung.

“Apa maksudmu itu bukan milik mereka?”

“Nah… mungkin akan lebih baik kalau aku menjelaskannya secara urut.”

“Pada dasarnya, seperti ini.

“Jika ada sebuah klub yang mengisi formulir untuk menggunakan kompor gas di atas meja, maka klub itu akan diberi meja yang besar. Akan tetapi, pada hari berlangsungnya acara, klub yang datang ke meja itu, Klub Penelitian Penjualan Gula, sama sekali tidak membutuhkan kompor gas. Kenapa?

“Itu karena klub yang meminta izin untuk menggunakan kompor gas bukanlah Klub Penjualan Gula.”

“Yang berarti…” Chitanda menutup mulut dengan tangannya. “Mereka mencuri meja itu?”

Duo periang dari Klub Penjualan Gula itu mencuri? Tidak, tidak seperti itu.

“Apa yang aku katakan adalah mereka menukar mejanya, Klub Penjualan Gula dan siapapun yang meminta kompor gas itu.”

“Ini menjelaskan kenapa mereka seakan meminta izin untuk menggunakan kompor gas padahal sebenarnya tidak membutuhkannya. Karena mereka tidak mempunyai rencana menggunakan meja besar, mereka membawa sebuah labu untuk mengisi ruang kosong. Itu juga kenapa mereka tidak mempunyai sebuah tanda. Mereka mungkin tidak meletakkan tandanya untuk mengakali Panitia Umum yang akan sadar mereka tidak mematuhi peraturan penempatan meja.”

“Ta… tapi…”

Sepertinya hal ini tidak bisa langsung dipercaya, Chitanda menggelengkan kepalanya.

“Kalau memang itu yang terjadi, berarti klub yang sebenarnya diberi meja itu akan dirugikan. Kenapa mereka melakukannya?”

Tanpa langsung menjawab, aku membuat gerakan isyarat untuk menunjukan banyaknya jumlah klub yang secara ketat saling berdampingan di sepanjang taman di sekeliling kami.

“Di suatu tempat di halaman ini ada sebuah klub yang seharusnya menggunakan sebuah kompor gas tapi mereka tidak menggunakannya.”

“Kau tahu kau tidak perlu membuang-buang banyak tenaga,” potong Oohinata dari sisi samping. “Jika kau bicara tentang klub yang menggunakan api, maka tidak akan terlalu banyak klub yang menggunakannya entah bagaimanapun kau melihatnya.”

Oh siswa kelas satu yang naif nan manis. Kau meremehkan jumlah dan macam klub di SMA Kamiyama. Aku tidak tahu batu apa yang kau tinggali di bawahnya, tapi bahkan kalau ada suatu kesalahan kecil maka Klub Sastra Klasik mungkin saja berakhir dengan menyajikan sebuah makan siang tempura dan sup daging babi, begitulah jenis sekolah ini.

Aku bisa mengatakannya, karena aku benar-benar terperas kering saat upacara tadi.

Chitanda berbisik.

“Oh, itu benar. Bagaimana mungkin aku melupakannya?”

Chitanda juga memperhatikan orientasi di gedung olahraga tadi. Ingatannya jauh lebih kuat ketimbang milikku, jadi tidaklah aneh kalau dia mengingatnya.

“Klub Memasak, kan? Bukankah mereka mengatakan kalau mereka akan menraktir semua orang dengan masakan tumbuhan pegunungan di meja mereka selama Festival Perekrutan Baru?”

Aku mengangguk.

Aku penasaran apakah Klub Memasak membagikan makanan mereka kepada siswa-siswa baru. Tidak, mereka tidak melakukannya. Bahkan sekarang mereka bilang kepada siswa-siswa baru untuk datang ke ruang klub jika mereka ingin mencoba beberapa makanan.

“Aku penasaran apakah bahan-bahannya tidak datang tepat waktu.”

“Tumbuhan gunungnya? Jika mereka cukup tangguh sampai memberikan meja besar mereka untuk Klub Penjualan Gula, mereka bisa saja berbohong dan memasak beberapa masakan palsu.”

“Sebuah masakan palsu… Kau tidak bisa mengatakan mereka bisa menggunakan bahan-bahan yang tersedia untuk membuat suatu masakan yang lain ya?”

“Mereka bisa menggunakan bahan-bahan yang tersedia untuk membuat suatu masakan yang lain.”

Chitanda memandang tajam kepadaku. Aku hanya mengatakannya karena dia menyuruhku…

“Bukan begitu. Salahnya lebih besar. Sesuatu terjadi sehingga mereka tidak bisa membagikan makanan ke siswa-siswa baru.”

“Mungkin mereka tidak bisa menyingkirkan rasa pahit dari bumbunya. Tidak akan ada yang ingin memakannya kalau itu perkaranya.”

“Sama saja. Yang mereka butuhkan adalah membuat ulang masakan dengan bahan-bahan yang tersisa sehinnga mereka akan baik-baik saja. Sesuatu yang lebih serius pasti telah terjadi kepada mereka sampai rela menyerahkan meja besar begitu saja. Dengan meja itu, mereka bisa menata semua peralatan memasak mereka dan masih punya banyak ruang, tepat seperti Klub Penjualan Gula yang sekarang sedang menikmatinya.

“Fakta kalau Klub Memasak menukar meja dengan Klub Penjualan Gula dan merahasiakannya berarti mereka pasti telah membuat kesalahan yang mereka tidak bisa laporkan. Mereka mempunyai masalah yang sangat buruk samapi tidak boleh ada yang penasaran kenapa mereka mempunyai meja besar dengan kompor gas tetapi mereka tidak menggunakannya untuk membuat makanan apapun. Aku berani bertaruh; Klub Memasak tidak akan memajang namanya di mana pun.”

Tepat seperti yang Oohinata katakan, mereka yang tidak mempunyai tanda nama itu curang.

Saat itu, suaraku menjadi lirih. Mungkin karena sulit untuk mendengarku di antara sekitar kegiatan dan kesibukan ini, Chitanda mendekatkan wajahnya kepadaku. Secara tak disengaja, Oohinata juga membungkuk dan mendekatkan wajah coklatnya mendekat. Dia orang pertama yang berbisik bertanya.

“Apakah ada kesalahan seperti itu? Bukannya tidak setuju, tapi apa hal terburuk yang sebuah klub bisa lakukan dengan masakan mereka? Entah bagaimana kau mengacaukannya, kesalahan seperti apa yang bisa memaksa mereka untuk merahasiakannya?”

Jika dia berpikir kalau itu benar-benar masalahnya, maka dia benar-benar naif.

“Ini berhubungan dengan penanganan masakan. Bahkan sebuah toko akan dipaksa untuk ditutup sementara apabila mereka membuat kesalahan semacam ini.”

“Tunggu, maksudmu…”

Aku mengangguk. Dan semakin melembutkan suaraku.

“Makanan beracun.”


4 Comments

Previous Post Next Post